Pengertian IQ, EQ, SQ dan ESQ IQ, EQ, SQ dan ESQ adalah penggambaran dari potensi manusia sebagai
makhluk paling cerdas dan kompleks di muka bumi. Pembagian ini
mewakilkan dari banyak potensi kecerdasan manusia yang didefinisikan
secara umum.
1. IQ (Intelligence Quotients)
Ialah istilah kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk menalar,
perencanaan sesuatu, kemampuan memecahkan masalah, belajar, memahaman
gagasan, berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya. Anggapan awal bahwa IQ
adalah kemampuan bawaan lahir yang mutlak dan tak dapat berubah adalah
salah, karena penelitian modern membuktikan bahwa kemampuan IQ dapat
meningkat dari proses belajar.
Kecerdasan ini pun tidaklah baku untuk satu hal saja, tetapi untuk
banyak hal, contohnya ; seseorang dengan kemampuan mahir dalam bermusik,
dan yang lainnya dalam hal olahraga. Jadi kecerdasan ini dari tiap -
tiap orang tidaklah sama, tetapi berbeda satu sama lainnya.
2. EQ (Emotional Quotients)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan pengendalian diri
sendiri,semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk
mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan
kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang
lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan
sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk
memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.
3. SQ (Spiritual Quotients)
Perlu dipahami bahwa SQ tidak mesti berhubungan dengan agama, Kecerdasan
spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang
membangun dirinya secara utuh.
SQ
tidak bergantung pada budaya atau nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai
yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu
sendiri. kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berasal dari dalam
hati, menjadikan kita kreatif ketika kita dihadapkan pada masalah
pribadi, dan mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta
menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh ketenangan dan kedamaian
hati. Kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap
kegiatannya sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan Tuhan yang
sangat dicintainya.
4. ESQ (Emotional and Spiritual Quotient)
ESQ merupakan sebuah singkatan dari Emotional Spiritual Quotient yang
merupakan gabungan EQ dan SQ, yaitu Penggabungan antara pengendalian
kecerdasan emosi dan spiritual. Manfaat yang bisa di dapat adalah
tercapai nya keseimabangan antara hubungan
Horizontal
(manusia dengan manusia) dan Vertikal (manusia dan Tuhan). ESQ juga
dapat membuat kita lebih percaya diri dalam melakukan tindakan.
![Potensi Diri Pengertian Potensi Diri](http://otakkacau.net/wp-content/uploads/2011/07/Pengertian-Potensi-Diri.jpg)
Potensi fisik yang dimaksud dalam kesempatan kali ini adalah menyangkut dengan keadaan dan
kesehatan
tubuh ,wajah, dan ketahanan tubuh, sedangkan potensi psikis berhubungan
dengan IQ(Intelegensi Quotient),EQ ( Emotional Quotient), AQ (
Addversity quotient) dan SQ ( Spiritual Quotient ).
Potensi diri adalah kemampuan
dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang baik fisik maupun mental yang
dimiliki seseorang dan mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan bila
dilatih dan ditunjang dengan sarana yang baik, sedangkan diri adalah seperangkat proses atau ciri-ciri proses fisik,prilaku dan psikologis yang dimiliki.
Kekhasan potensi diri yang dimiliki oleh seseorang berpengaruh besar pada pembentukan pemahaman diri dan konsep
diri. Ini juga terkait erat dengan prestasi yang hendak diraih didalam
hidupnya kelak. Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dalam konstek
potensi diri adalah jika terolah
dengan baik akan memperkembangkan baik secara fisik maaupun mental.
Aspek diri yang dimiliki seseorang yang patut untuk diperkembangkan
antara lain:
- Diri fisik : meliputi tubuh dan anggotanya beserta prosesnya.
- Proses diri : merupakan alur atau arus pikiran, emosi dan tingkah laku yang konstan.
- Diri sosial : adalah bentuk fikiran dan
perilaku yang diadopsi saat merespon orang lain dan masyarakat sebagai
satu kesatuan yang utuh.
- Konsep diri : adalah gambaran mental atau keseluruhan pandangan seseorang tentang dirinya.
Potensi diri fisik adalah kemampuan yang
dimiliki seseorang yang dapat dikembangkan dan dditingkatkan apabila
dilatih dengan baik.Kemampuan yang terlatih ini akan menjadi suatu
kecakapan, keahlian, dan ketrampilan dalam bidang tertentu.Potensi diri
fisik akan semakin berkembang bila secata intens dilatih dan dipelihara.
Potensi diri psikis adalah bentuk
kekuatan diri secara kejiwaan yang dimiliki seseorang dan memungkinkan
untuk ditingkatkan dan dikembangkan apabila dipelajari daan dilatih
dengan baik. Bentuk potensi diri psikis yang dimiliki setiap orang
adalah:
Intelegent Quotient ( IQ )
Kecerdasan intelektual
adalah bentuk kemampuan individu untuk berfikir,mengolah dan berrusaha
untuk menguasai untuk lingkungannya secara maksimal secara
terarah.Menurut Laurel Schmidt dalam bukunya Jalan
pintas menjadi 7 kali lebih cerdas ( Dalam Habsari 2004 : 3) membagi
kecerdasan dalam tujuh macam, antara laian adalah sebagai berikut:
- Kecerdasan fisual / spesial (
kecerdasan gambar) : profesi yang cocok untuk tipe keceerdasan ini antra
lain arsitak, seniman, designer mobil, insinyaur,designer graffis,
komp[uterr, kartunis,perancang intrior dan ahli fotografi.
- Kecerdasan veerbal / linguistik (
kecerdasan Berbicara): Profesi yang cocok baagi mereka yang memiliki
kecerdasan ini antara lain: pengarang atu menulis,guru.penyiar
radio,peeemandu acara ,presenter, pengacara, penterjemah,pelawak.
- Kecerdasan musik: Profesi yang cocok bagi yang memiliki ini adalah peenggubah lagu, pemusik, penyaanyi, disc jokey, guru seni suara, kritikus musik, ahli terapi musik, audio mixier( pemandu suara dan bunyi).
- Kecerdasan logis / matematis (
Kecerdasan angka); Profesi yang cocol bagi mereka yang memiliki
kecerdasan ini adalah ahli metematika ,ahli astronomi,ahli pikir, ahli
forensik, ahli tata kota , penaksir kerugian asuransi,pialang saham,
analis sistem komputer,ahli gempa.
- Kecerdasan interpersonal ( cerdas diri
).Profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah
ulama,pendeta,guru,pedagang , resepsionis ,pekerja sosial,pekerja panti
asuhan, perantara dagang,pengacara, manajer konvensi, ahli melobi,
manajer sumber daya manusia.
- Kecerdasan intrapersonal ( ceeerdas
bergaul ): profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini
adalah peeliti, ahli kearsipan, ahli agama, ahli budaya, ahli purbakala,
ahli etika kedokteran.
Emosi Quottient ( EQ ) atau kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk
mengenali, mengendalikan, dan menata perasaan sendiri dan orang lain
secara mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan didambakan oleh
oaraang lain.Daniel Goleman didalam buku kecerdasan emosi memberi tujuh
kerangka keja kecakapan ini, yaitu:
- Kecakapan pribadi yaitu kecakapan dalam mengelola diri sendiri.
- Kesadaran diri yaitu bentuk kecakapan utuk mengetahui kondisi diri sendiri dan rasa percaya diri yang tinggi.
- Pengaturan diri : yaitu bentuk
kecakapan dalam mengendalikaan diri dan mengembangkan sifat dspst
dipercaya , kewaspadaan , adaptabilitas, dan inovasi.
- Motivasi : yaitu bentuk kecakapan untuk meraih prestasi , berkomitmen, berinisiatif, dan optimis.
- Kecakapan sosial yaitu bentuk kecakapan dalam menentukan seseorang harus menangani suatu hubungan.
- Empati : yaitu bentuk kecakapan untuk
memahami orang lain, berorientasi pelayanan dengan mengambangakan orang
lain. Mengatasi keragmana orang lain dan kesadaran politis.
- Ketrampilan sosial: Yaitu betuk
kecakapan dalam menggugah tenggapan yangdikrhendaki pada orang lain .
kecakapan ni meliputi pengaruh , komunikasi, kepemimpinan,
katalisatorperubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaboradi dan kooperasi serta kemampuan tim.
Adversity quotient ( AQ) Atau kecerdasan dalam menghdapi kesulitan
Adalah bentuk kecerdasan seseorang untuk
dapat bertahan dala menghadapi kesulitan – kesulitan dan mampu
mengatasi tantangan hidup. Paul G Stoltz dalam Adversity Quotient
membedakan tiga tingkatan AQ dalam masyarakat :
- Tinakat quitrers ( orang yang berhnti). Quiters adalah orang yang paling lemah AQ nya. Ketika ia menghadapi berbagai kesulitan hidup ,ia berhenti dan langsung menyerah.
- Tingkat Campers ( Orang yang berkemah
). Campers adalah orang yang memiliki AQ sedang.Ia puas dan cukup atas
apa yang telah dicapai dan enggan untuk maju lagi.
- Tingkat Climbers ( orang yang mendaki
). Climbers adalah orang yang memilikiAQ tinggi dengan kemampuan dan
kecerdasan yang tinggi untuk dapat bertahan menghadpi
kesulitan-kesulitan dan mapu mengatasi tantangan hidup.
Spiritual Quotient ( SQ ) atau kecerdasan spiritual
Adalah sumber yang mengilhami dan
melambungkan semangat seseorang dengan mengikatkan diri pada nilai-nilai
kebenaran tanpa batas waktu( Agus
Nggermanto,Quantum Quotient,2001). Menurut DamitriMhayana dalam Habsari
,2004. Ciri-ciri seseorang yang memiliki SQ tinggi adalah sebagai
berikut:
- Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
- Mampu melihat kesatuan dalam keaneka ragaman.
- Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
- Mampu mengelola dan bertahan dalam kessulitan dan penderitaan.
PENGERTIAN IQ, EQ DAN SQ
1. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi
adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara
rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental
yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu,
inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus
disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari
proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient,
adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan
demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan
seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara
keseluruhan.
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ
merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama
kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada
awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford
berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan
mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut
dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual
(IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada
dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing
individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk
mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak.Otak adalah organ
luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang
lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini
mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan
di dalam tubuh.Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan
masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan.Otak satu-satunya
organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan.Kapasitas
memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk
orang jenius memakainya 5-6 %.Sampai sekarang para ilmuan belum memahami
penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient)
memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar.Menurut
penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan
sekitar umur 3 tahun.Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis
keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping
faktor gizi makanan yang cukup.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang
dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan
dan kecelakaan.IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan
memahami berbagai ilmu.Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab
kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti
gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional.
Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai
berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak
dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah,
penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :
Usia Mental Anak |
x 100 = IQ |
Usia Sesungguhnya |
Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan
anak-anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4
tahun. Inilah yang disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si anak adalah
4/3 x 100 = 133.
Interpretasi atau penafsiran dari IQ adalah sebagai berikut :
TINGKAT KECERDASAN |
IQ |
Genius |
Di atas 140 |
Sangat Super |
120 – 140 |
Super |
110 – 120 |
Normal |
90 -110 |
Bodoh |
80 – 90 |
Perbatasan |
70 – 80 |
Moron / Dungu |
50 – 70 |
Imbecile |
25-50 |
Idiot |
0 – 25 |
2. Kecerdasan Emosional (EQ)
EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman.Berdasarkan
hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995)
berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu
pikiran rasional dan pikiran emosional.Pikiran rasional digerakkan oleh
kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994)
menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya
sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun
faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu
ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ
mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya
menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian
dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi
sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk
“menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih
positif.Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi
emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari
berbagai segi.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat
secara fungsional.Antara satu dengan lainnya saling menentukan.Otak
berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional.Beberapa hasil
penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di
dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.
Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal
emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan
mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan
orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu
sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri
maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat
dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih,
gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).
Ø Kemampuan mengenal emosi diri adalah kemampuan menyadari perasaan
sendiri pada saat perasaan itu muncul dari saat-kesaat sehingga mampu
memahami dirinya, dan mengendalikan dirinya, dan mampu membuat keputusan
yang bijaksana sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh emosinya.
Ø Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan menyelaraskan perasaan
(emosi) dengan lingkungannnya sehingga dapat memelihara harmoni
kehidupan individunya dengan lingkungannya/orang lain.
Ø Kemampuan mengenal emosi orang lain yaitu kemampuan memahami emosi
orang lain (empaty) serta mampu mengkomunikasikan pemahaman tersebut
kepada orang lain yang dimaksud.
Ø Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan mendorong dan
mengarahkan segala daya upaya dirinya bagi pencapaian tujuan, keinginan
dan cita-citanya. Peran memotivasi diri yang terdiri atas antusiasme dan
keyakinan pada diri seseorang akan sangat produktif dan efektif dalam
segala aktifitasnya
Ø Kemampuan mengembangkan hubungan adalah kemampuan mengelola emosi
orang lain atau emosi diri yang timbul akibat rangsang dari luar
dirinya. Kemampuan ini akan membantu individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain secara memuaskan dan mampu berfikir secara rasional
(IQ) serta mampu keluar dari tekanan (stress).
Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung
jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu membuat
keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen.Makanya, orang
yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara
efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi.Dapat dikatakan bahwa EQ
adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk
pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca
indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri
yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan
menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca indra.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan
memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi.Orang yang EQ-nya
baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat
dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua
pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang
EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena
orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat .
Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas
kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan
dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia
bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy,
kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap
orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik .
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan
emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun
menyakitkan.Mantan Presiden Soeharto dan Akbar Tandjung adalah contoh
orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu mengendalikan
emosinya dalam berkomunikasi.
Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin “hablun min
al-naas”. Pusat dari EQ adalah “qalbu” .Hati mengaktifkan nilai-nilai
yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang
dijalani.Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh
otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan
komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang
memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan
melayani.
3. Kecerdasan Spiritual (SQ)
Selain IQ, dan EQ, di beberapa tahun terakhir juga berkembang kecerdasan spiritual (SQ = Spritual Quotiens). Tepatnya di tahun 2000, dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the Ultimate Intellegence, Danah Zohar dan Ian Marshall
mengklaim bahwa SQ adalah inti dari segala intelejensia. Kecerdasan ini
digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai spiritual.
Dengan adanya kecerdasan ini, akan membawa seseorang untuk mencapai
kebahagiaan hakikinya. Karena adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan
juga bisa melihat apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti
mempunyai kelebihan dan juga ada kekurangannya.Intinya, bagaimana kita
bisa melihat hal itu.Intelejensia spiritual membawa seseorang untuk
dapat menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang
Maha Pencipta.
Denah Zohar dan Ian Marshall juga mendefinisikan kecerdasan spiritual
sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau
jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan
sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif.Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita.Dari
pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan
permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi
dan intelektualnya.Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang
mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga
yang penuh keseimbangan.Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah
model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis)
and Soul (Spiritual).
Selain itu menurut Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence:
2001, IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja
mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient)
menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’
Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi
jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan
kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini.
Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh
kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling
sedemikian rupa.Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan
jiwa.Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan
memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan
yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu
membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ tidak
mesti berhubungan dengan agama.Kecerdasan spiritual (SQ) adalah
kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara
utuh.SQ tidak bergantung pada budaya atau nilai.Tidak mengikuti
nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki
nilai-nilai itu sendiri.
Dalam kehidupan ini kita sering menjumpai ada orang
yang berhasil, dan ada pula yang gagal. Ada yang lancar dan
lurus-lurus saja dalam menjalankan roda kehidupan, ada pula yang
terseok-seok. Keberhasilan dan kegagalan merupakan kejadian biasa dan
selalu ada dalam masyarakat mana saja. Selama bertahun-tahun, orang
beranggapan bahwa keberhasilan seseorang ditentukan oleh kecerdasan
intelektual (intelligence Quotient), sering disebut IQ. Kecerdasan
ini merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah secara logis dan
akademis. Para ahli meyakini IQ sebagai ukuran terbaik atas kecerdasan
dan potensial seseorang dalam meraih sukses. Menurut teori ini,
semakin tinggi IQ seseorang, semakin tinggi pula kecerdasannya.
Sebaliknya, orang yang gagal dalam hidupnya dianggap memiliki IQ yang
kurang baik (baca: rendah), sehingga tidak mampu menyelesaikan masalah
yang dihadapi dengan tepat.
Pada pertengahan 1990-an, para ahli menemukan bentuk kecerdasan lain yang menentukan keberhasilan seseorang, yaitu EQ(Emotional Quotient),
yakni suatu kemampuan berempati, bela rasa, dan memahami diri dan
perasaan orang lain, dan motivasi untuk maju. EQ merupakan persyaratan
dasar untuk menggunakan IQ secara efektif. Dengan demikian, IQ bukan
satu-satunya kecerdasan yang menentukan keberhasilan seseorang,
sebagaimana selama ini diyakini banyak orang. Temuan itu tentu saja
menghebohkan banyak orang. Karena itu, seminar dan diskusi akademik
yang membahas temuan baru para ahli itu semarak dilaksanakan di
berbagai belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Bagaimana
pandangan kita atas hal tersebut? Untuk menjawabnya, kita menggunakan
perspektif historis.
Ada contoh menarik. Kita semua mengenal Jepang adalah salah satu
negara maju di dunia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan hidup masyarakatnya yang sangat tinggi. Dengan
stabilitas ekonomi yang demikian mapan, Jepang menjadi salah satu
penentu perekonomian global. Produk teknologinya tersebar ke seluruh
dunia. Yang lebih menarik lagi, kendati 80% wilayahnya pegunungan,
pertanian Jepang juga sangat maju sehingga produk pertaniannya menjadi
salah satu andalan ekspor.
Mengapa bisa demikian? Para ahli membuat analisis menarik. Ketika
terlibat dalam Perang Dunia II (PD II) hingga puncaknya Nagasaki dan
Hirosima dibom atom oleh tentara sekutu tahun 1945, Jepang hancur
berantakan sampai titik nol. Hebatnya dalam waktu yang tidak lama
Jepang bangkit dan menjadi salah satu kekuatan dunia. Pertanyaannya
apakah bangsa Jepang memiliki IQ yang lebih tinggi daripada bangsa
lain? Para ahli sepakat penyebabnya bukan itu. Sebab, ada banyak
bangsa yang lebih dulu berperadaban maju, seperti India dan Mesir,
tetapi sampai saat ini tidak tergolong sebagai bangsa maju. Sebab,
mereka tidak bekerja keras dan suka bernostalgia bahwa dulu mereka
pernah maju dengan bukti peninggalan sejarah nenek moyangnya. Kalau
begitu apa penyebabnya? Setelah dibom atom hingga hancur lebur, bangsa
Jepang memendam luka sejarah yang sangat mendalam. Tetapi luka yang
mendalam itu tidak diratapi terus menerus, melainkan justru dijadikan
kekuatan untuk bangkit sehingga bisa mengalahkan bangsa yang
menghancurkan mereka.
Kemampuan untuk segera lepas dari kehancuran dengan tidak meratapi
peristiwa yang sudah terjadi serta keinginan kuat untuk menjadi yang
terbesar bukan kecerdasan intelektual (IQ), melainkan kecerdasan
emosional atau Emotional Quotient(EQ). Andai saja
tidak dibom atom, mungkin Jepang tidak bangkit dan sekuat sekarang
ini. Bom atom itu memang mengakibatkan kehancuran luar biasa bagi bangsa
Jepang, tetapi di sisi yang lain ternyata membawa hikmah, yakni
tumbuhnya kecerdasan emosional. Impian Jepang kini telah terbukti.
Barat yang dimotori Amerika yang selama ini menjadi penentu ekonomi
dunia dibuat tunduk oleh Jepang karena memiliki kekuatan ekonomi
raksasa. Berbeda dengan negara-negara berkembang yang ekonominya
rentan goyah akibat perubahan politik, Jepang tidak demikian. Ekonomi
Jepang tidak terpengaruh kendati terjadi pergantian pimpinan negara
(Perdana Menteri), karena memiliki fondasi ekonomi yang sangat kuat.
Melalui EQ yang dimiliki, masyarakat Jepang bisa dengan cepat dan
tepat menentukan pilihan strategi pembangunan, yakni bertumpu pada
pengembangan ilmu pengetahuan untuk selanjutnya menghasilkan
teknologi. Jepang tahu persis bahwa masyarakat masa depan akan banyak
menggantungkan diri pada produk teknologi, yang saat ini dikenal
sebagai knowledge-based society. Sekarang menjadi kenyataan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Jepang sangat canggih, dan
produk teknologinya membanjiri pasar dunia. Kita telah menjadi
konsumen teknologi Jepang yang setia. Kemampuan Jepang untuk mampu
membaca alam, dengan melihat kebutuhan manusia modern yang akan
tergantung pada teknologi, dan kemampuan berinteraksi dengan
bangsa-bangsa lain di dunia juga bentuk lain dari kecerdasan emosi (EQ) yang dimiliki.
Selain Jepang, Singapura juga bisa dijadikan contoh sebagai sebuah
negara yang bangkit setelah lepas dari Malaysia dan menjadi salah satu
negara maju di Asia. Keinginan untuk maju dan sanggup bekerja keras
merupakan salah satu wujud EQ yang kuat. Sebelumnya, Singapura adalah
negara pulau yang tidak memiliki apa-apa, apalagi sumber alam. Sadar
posisinya di antara dua negara besar, Indonesia dan Malaysia, pemimpin
Singapura Lie Kuan Yew saat itu segera mengambil langkah bagaimana
membawa Singapura sebagai negara maju di tengah-tengah himpitan
negara-negara besar. Lie Kuan Yew mengawalinya dengan meyakinkan
warganya betapa pentingya memiliki rasa percaya diri dan semangat atau
etos kerja yang tinggi dengan bertumpu pada sektor jasa, karena
tidak memiliki sumber daya alam.
Awalnya tidak mudah bagi Lie Kuan Yew meyakinkan masyarakatnya.
Tetapi dia tidak henti-hentinya menyampaikan keyakinannya bahwa lewat
kerja keras Singapura yang secara fisik kecil akan menjadi bangsa
besar. Apa yang terjadi? Lewat kerja tanpa kenal lelah dan putus asa
kurang lebih selama 25 tahun, kini gagasan tersebut menjadi
kenyataan. Singapura tampil sebagai salah bangsa maju tidak saja di
Asia, tetapi juga di dunia. Tingkat kesejahteraan masyarakat tinggi
dengan angka korupsinya salah satu terendah di dunia. Rasa percaya
diri, semangat kerja keras dan tidak korup yang ditunjukkan Singapura
merupakan perwujudan dari kecerdasan emosional (EQ).
Bagaimana dengan kita? Saya sangat setuju dengan pendapat para
pakar di atas bahwa IQ bukan satu-satunya penentu keberhasilan
seseorang. Kita sering melihat tidak sedikit orang yang secara
akademik tergolong pandai dan cerdas dengan indeks prestasi puncak
sehingga diduga memiliki IQ tinggi, tetapi gagal dalam menentukan
pilihan dan jalan hidupnya. Apa penyebab utama kegagalan tersebut?
Tampaknya, kegagalan itu lebih karena faktor kecerdasan emosional (EQ)yang
lemah daripada faktor IQ. Misalnya, mereka sulit berinteraksi dengan
orang lain, suka berbohong, jika berkata menyakitkan, tidak jujur,
tidak amanah, tidak punya komitmen, tidak konsisten dalam bersikap,
tidak menghormati orang lain, sulit beradaptasi dengan lingkungan, dan
sebagainya. Karena itu, kita sering mendengar ungkapan “Orang ini
pintar, tapi sayang komunikasinya sulit, dan tidak jujur sehingga
tidak banyak orang yang memberi kepercayaan”.
Bayangkan apa yang terjadi jika kita berada dalam lingkungan yang
orang-orangnya seperti itu: sulit berinteraksi, jika janji tidak
ditepati, jika bicara menyakitkan, suka bohong, jika diberi tugas
tidak amanah, dan tidak hormat kepada orang lain. Pandai bergaul,
amanah, menghormati dan menghargai orang lain, dan jujur merupakan
nilai-nilai yang terkandung dalam kecerdasan emosional (EQ).
Coba perhatikan banyak orang berhasil karena menyandang nilai-nilai
emosional seperti itu. Betapa enaknya jika kita bekerja dalam
lingkungan yang orang-orangnya pandai, luwes bergaul, jujur, komitmen
tinggi dan saling menghormati. Suasana kerja tentu akan hidup dan
sangat menyenangkan sehingga meningkatkan produktivitas. Di dalam
lingkungan yang sehat akan tercipta suasana batin yang baik. Suasana
batin yang sehat akan melahirkan produktivitas kerja yang tinggi.
Begitu urutan-urutan kausalitasnya.
Pada akhir abad ke-20, para ahli menemukan lagi bentuk kecerdasan
yang lain, yakni kecerdasan spiritual, disingkat SQ, yaitu potensi
untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks yang lebih luas
dan kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan dan jalan hidup seseorang
menjadi lebih bermakna. Sebab, pada dasarnya manusia adalah makhluk
spiritual, yakni makhluk yang selalu bertanya tentang hal-hal yang
mendasar. Misalnya, mengapa manusia dilahirkan, apa makna kehidupan,
apakah ada kehidupan lain setelah kehidupan dunia ini? dan sebagainya.
Untuk menjawabnya diperlukan kecerdasan spiritual.
Selain itu, menurut saya SQ juga sangat terkait dengan kesadaran
seseorang sebagai makhluk hamba Allah, berikut tugas dan kewajiban
yang harus diemban. Sebagai hamba Allah, manusia merasa terikat dengan
Allah untuk senantiasa menjalankan perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Wujud kecerdasan spiritual adalah dorongan untuk beramal
sholeh, berpikiran positif terhadap Allah, dan mencari hikmah di
balik setiap keputusan Allah.
Ketika membahas materi ini secara kebetulan di perkuliahan, saya
ditanya mahasiswa mana yang paling mendasar di antara ketiga jenis
kecerdasan tersebut. Menurut saya SQ merupakan jenis kecerdasan yang
paling penting, karena merupakan landasan untuk membangun kecerdasan
intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ). Dengan demikian, SQ
merupakan kecerdasan tertinggi kita. Sebab, hanya manusia yang
memiliki jenis kecerdasan ini. .
Demikian gambaran tentang peran IQ, EQ, dan SQ dalam
kehidupan manusia. Pertanyaannya adalah jika ketiga kecerdasan itu
sedemikian penting, maka bagaimana cara meningkatkannya dan bagaimana
pula ketiganya bekerja? Apakah secara bersamaan atau yang satu
mendahului yang lain? Jika iya, mana yang lebih dulu?. Karena saya
bukan ahli dalam bidang ini, sebaiknya kita serahkan kepada para ahli
atau siapa pun yang punya concern di bidang ini untuk menjawabnya ! |